Dalam menjalani kehidupan di dunia, manusia sebagai makhluk sosial tentu membutuhkan satu sama lain, saling bergotong royong membuatnya senantiasa berinteraksi. Baik berinteraksi dalam bentuk tegur sapa, saling membutuhkan, ketergantungan satu sama lain sehingga dapat menciptakan kepedulian dan kepekaan terhadap permasalahan sosial. Permasalahan sosial memang tidak dapat diacuhkan begitu saja. Tercatat banyak permasalahan yang terjadi berkaitan dengan humanisme, antaranya permasalahan ekonomi dan pendidikan. Permasalahan ekonomi dan pendidikan merupakan hal yang mendasar dari humanisme. Misalnya dalam dunia pendidikan, bagaimana konsep humanisme dapat masuk di dalamnya dengan perlu adanya memanusiakan guru atau murid dalam sistem pendidikan atau contoh lain dalam sektor ekonomi, yang sering dikaitkan dengan tingkat kemiskinan dan kelaparan. Berangkat dari permasalahan mendasar ini humanisme diperlukan bagi setiap jiwa terkhusus dalam konteks Islam.
Humanisme dapat diartikan sebagai bentuk pandangan yang menekankan martabat manusia dan kemampuannya. Bisa juga disebut sebagai usaha memanusiakan manusia. Humanisme dapat diartikan sebagai kata yang memiliki arti positif walaupun seringkali masuk dalam kategori kata ambivalen. Dalam sejarah Islam saja misalnya, Tuhan memilih seseorang yang dulunya anak yatim piatu dari bani quraisy, masa mudanya dihabiskan bersama paman yang selalu melindunginya. Seseorang tersebut bernama Muhammad, beliau dipilih sebagai instrumen kemahabijaksanaan Tuhan atas kejadian besar di masyarakat Arab, apalagi kalau bukan ketimpangan sosial, krisis moral yang lahir dari kegilaan dalam penumpukan harta kekayaan dan berdampak terhadap permasalahan ekonomi. Kota Makkah dikenal sebagai pusat perdagangan pada abad kelima. Dari berkembang pesatnya jalur perdagangan bangsa Arab ini merubah cara pandang dan kehidupan masyarakat Makkah. Berbagai cara dilakukan oleh pedagang termasuk di antaranya mengembangkan lembaga kepemilikan pribadi, memperbanyak keuntungan dan disparitas perdagangan yang bertabrakan dengan norma kesukuan yang berlaku saat itu, monopoli pada kawasan bisnis yang mereka kuasai, sehingga dampak yang terjadi kebangkrutan humanisme antar suku, orang-orang lemah disingkirkan dari jalur persaingan dagang yang cenderung bebas.
Kehadiran Muhammad mengusik kaum hartawan Makkah pada waktu itu, bukan mereka tidak menerima ajaran keagamaan yang dibawa Muhammad mengenai konsep ketauhidan. Lebih dari itu, Muhammad mencoba membawa konsep humanisme dalam masyarakat Arab waktu itu yang mengalami dehumanisasi yang berimplikasi kepada perekonomian monopoli kesukuan. Muhammad mencoba menawarkan kepada masyarakat Arab khususnya kaum quraisy tentang teori sosial-ekonomi. Teori yang Muhammad mencoba bangun kembali dalam masyarakat arab sebagai langkah revolusioner. Bagaimana Muhammad melalui wahyu membangun peradaban humanisme yang tengah mengalami krisis. Dalam Al-qur’an sendiri selalu menghubungkan antara konsep teologis dengan humanis. Misalnya saja disebutkan dalam Al-Qur’an mengenai perintah salat yang selalu dihubungkan dengan puasa, zakat. Berangkat dari teks wahyu Tuhan tersebut, perlu adanya kontekstualisasi ayat yang dapat dijadikan sebagai ideologisasi atau sebagai ilmu sehingga semangat revolusioner Muhammad dapat tercapai.
Tindakan revolusioner yang dibawa Muhammad yang berkaitan dengan sosial-ekonomi ini, membawa sebuah kepercayaan dan tindakan untuk menghormati satu sama lain seutuhnya bukan karena satu lain hal, entah orang tersebut bijaksana atau dungu, baik atau jahat bahkan humanisme yang dibawa Muhammad tersirat untuk memanusiakan manusia lintas agama, ras dan suku. Dalam firman Allah pun telah menyebutkan bahwa setiap manusia diciptakan dalam satu nafs yang sama. Selain itu Allah menciptakan manusia bersuku-suku, untuk saling mengenal dan menghargai. Sehingga secara ideologi dapat diartikan humanisme Islam tidak diarahkan atas dasar kepercayaan, identitas dan idealisme. Menurut Richard Rotry, bahwa hal yang paling buruk yang mungkin kita perbuat terhadap orang lain adalah kekejaman. Humanisme dalam konsep Islam tidak membenarkan atas kekejaman. Tidak ada satu kontekstualisasi ayat yang mengarah pada pembenaran tindak kekejaman. Humanisme dalam tindakan revolusioner Muhammad mengacu kepada sikap keterbukaan terhadap prinsip-prinsip satu sama lain. Sikap saling peduli dan membantu terhadap kesulitan satu sama lain dan tidak menimbun serta menumpuk harta kekayaan.
Memang benar dalam konsep islam ada istilah pemihakan masyarakat kelas, kelas zalim (penindas) dan mustad’afin (tertindas). Akan tetapi dengan adanya konsep untuk menciptakan keadilan dalam masyarakat yang humanis. Paradigma Islam mengenai kelas zalim dan mustad’afin jelas berbeda dengan paradigma yang dibangun oleh kaum marxis. Dalam marxis menjelaskan bahwa kaum proletariat harus menghancurkan sistem produksi dan kepemilikan modal yang dimiliki masyarakat burjois, sehingga yang terjadi kaum tertindas akan melahirkan penindas yang baru karena adanya suatu objek yang dihancurkan. Berbeda halnya dengan Islam, masyarakat mustad’afin akan selalu membutuhkan masyarakat zalim begitu juga sebaliknya. Contoh kecil, masyarakat zalim dianjurkan untuk tidak menimbun harta kekayaan dan memutarkan uangnya sehingga membutuhkan kaum mustad’afin. Lebih lanjut, dalam Islam akumulasi modal hanya diperbolehkan sebagai akumulasi kolektif bukan secara individu.
Dengan semakin berkembangnya zaman dan teknologi konsep humanisme juga perlu adanya dinamisasi dan perluasan kesadaran agar mengimbangi gejala sosial dan memecahkannya (dehumanisasi). Perluasan yang dilakukan dapat berupa:
Pertama, kesadaran adanya perubahan. Pada periodesasi Islam sebagai mitos dan ideologi di Indonesia. Perkembangan Islam pada waktu itu menjadikan peran kiai sebagai cultural broker dalam memerankan humanisme. Padahal dengan menjadikan Islam sebagai ide atau ilmu dalam memerankan humanisme tidak hanya berkutat pada kiai. Dengan kehadiran guru dalam lembaga pendidikan juga dapat diberikan peran humanisme dalam sistem pengajaran. Sehingga nantinya melahirkan seorang anak didik yang cakap akan ilmu pengetahuan dan keadaan sosial. Kedua, kesadaran kolektif, pada masa keberlangsungan Islam sebagai mitos dan ideologi di Indonesia, kesadaran akan humanisme masih berkutat pada tanggungjawab pribadi atau hanya pada golongan-golongan tertentu. Kesadaran akan humanisme dapat diperluas dari segi ekonomi, sosial dan pendidikan. Misalnya saja dalam segi sosial, masyarakat Islam cenderung melupakan hakikat umat. Masyarakat cenderung tidak responsif kepada sebagian lain ketika mengalami penindasan, ketidakadilan dan kemiskinan. Sehingga humanisme yang dicita-citakan Muhammad cenderung stagnan. Ketiga, kesadaran sejarah. Masih ada kaitannya dengan kesadaran kolektif. Setelah tercapai kesadaran kolektif terkait humanisme ini akan terciptanya kesadaran akan perubahan sejarah sosial-ekonomi yang menjadi tujuan transformasi humanisme. Misalnya, ketika sebagian kelompok umat merencanakan langkah historis terkait penerapan sistem sosial-ekonomi, dengan menjadikan Islam sebagai ilmu masyarakat yang lain berbondong mendukung kebijakan tersebut. Bukan malah berbalik dan berada di zona nyaman dengan menjadi pendukung sistem ekonomi kapitalis yang justru melahirkan dehumanisasi berkelanjutan.
Islam dan umat islam perlu menyadari akan adanya perubahan-perubahan di lngkungan agar nantinya dapat teringeralisasi dengan konsep muamalah dan humanisme. Diperlukan juga suatu transformasi mengenai konsep humanis tanpa kehilangan keutuhannya. Karena konsep humanisme saat ini menjadi gerakan lintas budaya dan universal. Bahkan diperlukan sebuah prinsip dalam menegakkan humanisme seperti yang dituliskan oleh Franzs Magnis-Suseno “jangan ada agama jika tanpa humanisme”.
Author : Immawan Husein Salam