PENGAGUM SAJAKMU
Tiada keberpihakan yang tak terbayang
Mencari-cari dekik yang tak berupa
Desis nafas yang terdengar nyata
Namun hembusannya tak dapat terhela
Gemericik air berpadu menjadi genangan
Airmata bersatu menjadi kegundahan
Abstraksi indera kian menjiwa
Tiada pernah habis memilukan kepergian Sang Perwira
Ku terus cari sajak yang cocok untukku
Sembari berjalan dan terus menggerutu
Sajakku tertuang, namun itu-itu saja
Sudah muak aku dengan nuansa tak bersahaja
Ku alami secerca kata, bisa ku sebut “Retorika”
Tercipta lewat pena yang terhimpit jemari yang gempita
Jari-jari pembawa sanubari ke ruang imajiner
Jari-jari penggores tinta majas yang ‘kan populer
Tak jarang orang mengenalnya
Dengan puisi yang berisikan budi
Bagaimana ia mengenali saya?
Sebagai pengagum rahasia lagi tersembunyi
Kritik sosial dan soal akademisi
Dijadikannya standar puisi yang tinggi
Siapa aku?
Hanya bintang pada malam kelam serta hujan yang jadi inspirasiku
Sajak miliknya, suatu saat nanti
Aku berharap akulah sosok yang terliterasi
Dimana ku tak lagi sembunyi
Dan aku berhak dikagumi oleh idolaku sendiri