PUAN SUGESTI

Editor : Tim Redaksi Dekombat

Alam sedang tak baik-baik saja.
Sang Puan juga tak baik-baik saja.
Namun poros Kalahari menafikkan sinarnya, royal dan loyal, membuatnya paradoks.
Seakan si bulat renta yang kemarin berduka hanyalah ilusi optik.
Seakan dunia bukanlah sais pengekang orientasi diri.
Terjamah hina-lah ia dalam rentangan inderawi opresif yang kian masif.
Sang Puan mengamati, keasrian dipastikan mati.

Apa yang sedang terjadi?!
Arus setan yang mutlak me-monarki keutuhannya disini, memamah biak bah regenerasi virus tanpa vaksin, menjejalkan pandemik seasoner yang menentang utopis, berkelindan men-spionase lalu-lalang rekayasa antibodi, menjebak grasi imunisasi dalam segel labirin, lantas mereduksi nya menjadi pialang submissif. Seberapa destruktif? Bahkan hasil dedikasi Tuhan yang di-diami ruh illahi menjadi mal-praktek mini sebagai illuminasi apocalypse.

Sang Puan menyungging busur di sudut parasnya dengan simpatik.
Kelelahan psikis menstimulasi nalar yang sensorik.
Merebahkan jasad yang menuju kerentaan, di sesapnya secangkir Twinnings yang menguarkan aroma citrus mint dalam sinus yang bangir. Menyangsikan kesesuaian kondisi dengan aromatik, seorang gadis menyertai sepinggan kecil almond sintal yang tampak murni dan classy.

Masih dalam sesapan kedua, Sang Puan menggalurkan surai senada pualam nya di atas osteon selangka nya. Bantalannya memancarkan aura kehalusan, santai dan elegan.

Menyorot sekilas pada bilah simetris di sampingnya, binar romantis fajar mulai terasa menyilaukan atensi. Bahkan Lazuardi ingin lekas melipurkan diri. Surya – Sang Lazuardi, dengan momentum yang imperatif.

Gadis yang semula menyertai Sang Puan dalam radius 5 kaki menyediakan sebuah buku yang telah membersamai Sang Puan dalam 2 hari terakhir.

Sang Puan menerima.

Ruangan yang sejak awal hening menjadi lebih hening dengan hanya suara lembar yang dibalik dan mekanisme respirasi.

Masa bergulir menghabiskan dua batang dupa (empat sichen = 4 jam) aromatik, makan siang tersaji dengan apik substitusi kudapan mini. Namun Sang Puan tidak meninggalkan sepatah bait dengan dramatis. Di sorotinya dengan ringan sajian yang mengepul menarik di hadapannya dalam sedetik, kemudian iris dengan pupil sejernih aquarin tersebut kembali dalam balutan abjad yang dipikirnya lebih menarik.

Senjakala tiba dengan daya tarik mega merahnya yang berdimensi.

Lembaran abjad telah tiba di penghujung atensi. Sang Puan menyampirkan sampul terakhir, dengan perlahan gadis yang menyertai di sampingnya kembali mengambil.

Jasadnya penat, ada perasaan tak berdaya karena tak mengindahkan makan siangnya lagi. Tanpa kehilangan keanggunan, Sang Puan pun bangkit. Tujuannya ialah bilah simetris di sisi terdekatnya. Menyoroti kondisi ekologi, iris tajam sejernih aquarin menghadirkan kilau dingin yang tak bertepi.

Lewat sebulan.

Pandemik yang merongrong negeri tak jua mati.

Jika bukan karena pihak-pihak amoral yang tolol implikasi, Sang Puan tak akan mendekam layaknya tahanan rumah yang diisolasi.

Tunggu dan lihat saja, kalian takkan dibiarkan lama berlari.

Kalian boleh mati, tapi Sang Puan masih akan berdiri.

— SELESAI

Author : Immawati Citra Lindiyani

About Tim Redaksi Dekombat

Website ini dikelola oleh Tim Redaksi Dekombat IMM FEB UMY

Check Also

Pisang dan Momo

Editor : Tim Redaksi Dekombat Sebuah kebun binatang di suatu kota sedang kedatangan penghuni baru. …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *